PUISI-PUISI RINDU - BIANG SUNYI

Bayang wajah dirimu


Malam datang dengan mengenakan arloji keputihan; 

Di satu sisi ia halus berkilau-kilauan, 
Dan di sisi lainnya karat ingatan tergoreskan.

Lalu dengan sejumlah jarum arloji, 
aku menemuimu di batang pohon 
jambu yang berdiri di depan rumahku.
Kutiup angin, angin meniupku dari belakang. 
Kututup korden jendela, 
jendela dan angin justru membukanya.
Lalu kututup korden dan kutiupkan angin 
ke arah jendela keluar.... dan
O, bayang dirimu tak lekas keluar dari 
ingatanku, bayang dirimu; jendela kasih.

Kupandangi, kutatap wajahmu
Wajahmu sangat lugu,
Di bawah redupnya lampu.
Kutatap bibirmu
Bibirmu sangat syahdu,
Berserakan di tumpukan buku.
Dan ku tatap wajahku
Wajahku meriyang merindumu.


Duhai Arloji putih malam,
Kenapa datang waktu? Yang hanya
membuatku seperti berkunjung ke taman 
sari tanpa membawa uang, aku hanya melihat,
melihat, lalu dengan susah payah melupakan. 
Aku ingin perjumpaan.

Kenapa masih menetap jarum malammu itu, 
hai arloji tua, kenapa masih membuat waktu 
berlomba membawa sang dewi datang ke hadapanku, 
ada apa denganmu...
Masihkah perlu kubedagang sampai tanggal 
ini rasa kantuk, masihkah perlu menemanimu, 
sedang kau sendiri asik mempermainkan 
kenangan yang telah lalu, ada apa denganmu?

Di manapun wajahku bersandar
Di situ pula ingatanku meletakkan wajahmu 
yang berpendar-pendar.

Saat kita mulai terpisah oleh pagar kerinduan, 
kita satu sama lain mulai mendengar, isi hati ini 
berbisik kepada hati yang sama-sama berbisik, 
kita mendengarkan ia berbica pelan-pelan;
 "Aku ingin segera terjadi pertemuan di antara hati yang sudah menjadi arloji ini. Bersamamu."
Tapi hanya bayang wajah dirimu yang ku temui, 
baik di pengantar tidur ini, di isi mimpi ini, 
bahkan di penutup hari mati.


****


BERLAPIS-LAPIS MALAM


Malam berlapis-lapis sangat tebal,
Terdiri dari bayangan, kerinduan, 
kematian lalu perjumpaan.


****



RADIO KASIH


Mari kita dengarkan lagi, radio kekasih
Gelombang rindu
Nyanyian kenangan; senyap-senyap ucapan terima kasih
Kepada kekasih yang telah menjadi
Kepada kekasih yang telah menjadi gelombang
Kepada kekasih yang telah menjadi gelombang di stasiun radio hati ini, 
ucapan terima kasih, telah menyuarakan isi rasio; yang semakin cepat 
naik tinggi, dan menjadi tumbuh berisi
Walau setelahnya terkulai rapuh

Menjelma surat-surat kabar yang kumuh.

****



BANJIR KERINDUAN


Kini telah saatnya, hujan menjadi ketakutan. 
Ketakutan akan derai keras bayangan wajahmu. 

Dimana rintik rindu berjatuhan 

Membanjiri semua malam. 
Dan aku berenang di kamarku dalam keadaan 
masih tertidur merindukanmu, telanjang. 

Masih kah ada kapal tim sar yang tersisa? 

Untuk menolongku, keluar dari bencana ini,
menempatkan ku di antara para pengungsi 
kesunyian. 

Hujan sangat lebat, dan berkabut 

Mataku terpejam dalam tidur panjang. 
Dan air semakin dalam di ingatan ini, 
membuatku karam dan hanyut oleh 
banjir bayang-bayangmu.

Sampaikan aku di posko pengungsian, 

Bangunkan aku dan berikan aku pakaian.
Siarkan berita kebanjiran ini di media:
Agar kekasih mendatangiku sekarang.

****


Oleh Sae.a.b, Tegal, 2020





Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer